Selasa, 18 September 2012

Buraq.. Misteri Perhitungan Dalam Matematisnya Dipecahkan


Buroq Dan Misteri Kecepatan Perjalanan Waktu Bisakah Dihitung Secara Matematis..??Buraq berasal dari istilah barqu yang berarti kilat sebagaimana terdapat pada QS. Al Baqarah ayat 20,“Hampir saja kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali (kilat itu) menyinari, mereka berjalan di bawah (sinar) itu, dan apabila gelap menerpa mereka, mereka berhenti. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia hilangkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sungguh, Allah Kuasa atas segala sesuatu.”



Dengan perubahan istilah barqu menjadi buraq, Nabi Muhammad SAW hendak menyampaikan kepada kita bahwa kendaraannya itu memiliki kecepatan di atas sinar. Suatu kendaraan dengan kecepatan yang sangat jauh meninggalkan teknologi yang sudah kita capai sekarang ini.

Buraq yang diartikan sebagai “Binatang kendaraan Nabi Muhammad Saw”, dia berbentuk kuda bersayap kiri kanan. Dalam pemakaian umum “buraq” itu berarti burung cendrawasih yang oleh kamus diartikan dengan burung dari sorga (bird of paradise). Sebenarnya “buraq” itu adalah istilah yang dipakai dalam AlQur’an dengan arti “kilat” termuat pada ayat 2/19, 2/20 dan 13/2 dengan istilah aslinya “Barqu”.
Para sarjana telah melakukan penyelidikan dan berkesimpulan bahwa kilat atau sinar bergerak sejauh 186.000 mil atau 300 Kilometer perdetik. Dengan penyelidikan yang memakai sistem paralax, diketahui pula jarak matahari dari bumi sekitar 93.000.000 mil dan dilintasi oleh sinar dalam waktu 8 menit.

Jarak sedemikian besar disebut 1 AU atau satu Astronomical Unit, dipakai sebagai ukuran terkecil dalam menentukan jarak antar benda angkasa. Dan kita sudah membahas bahwa Muntaha itu letaknya diluar sistem galaksi bimasakti kita, dimana jarak dari satu galaksi menuju kegalaksi lainnya saja sekitar 170.000 tahun cahaya. Sedangkan Muntaha itu sendiri merupakan bumi atau planet yang berada dalam galaksi terjauh dari semua galaksi yang ada diruang angkasa.
Amatlah janggal jika kita mengatakan bahwa buraq tersebut dipahami sebagai binatang atau kuda bersayap yang dapat terbang keangkasa bebas. Orang tentu dapat mengetahui bahwa sayap hanya dapat berfungsi dalam lingkungan atmosfir planet dimana udara ditunda kebelakang untuk gerak maju kemuka atau ditekan kebawah untuk melambung keatas.

Udara begitu hanya berada dalam troposfir yang tingginya 6 hingga 16 Km dari permukaan bumi, padahal buraq itu harus menempuh perjalanan menembusi luar angkasa yang hampa udara dimana sayap tak berguna malah menjadi beban. Dengan kecepatan kilat maka binatang kendaraan itu, begitu juga Nabi yang menaiki, akan terbakar dalam daerah atmosfir bumi, sebaliknya ketiadaan udara untuk bernafas dalam menempuh jarak yang sangat jauh sementara itu harus mengelakkan diri dari meteorities yang berlayangan diangkasa bebas.
Semua itu membuktikan bahwa Nabi Muhammad Saw bukanlah melakukan perjalanan mi’rajnya dengan menggunakan binatang ataupun hewan bersayap sebagaimana yang diyakini oleh orang selama ini.
Penggantian istilah dari Barqu yang berarti kilat menjadi buraq jelas mengandung pengertian yang berbeda, dimana jika Barqu itu adalah kilat, maka buraq saya asumsikan sebagai sesuatu kendaraan yang mempunyai sifat dan kecepatannya diatas kilat atau sesuatu yang kecepatannya melebihi gerakan sinar.

Menurut akal pikiran kita sehari-hari yang tetap tinggal dibumi, jarak yang demikian jauhnya tidak mungkin dapat dicapai hanya dalam beberapa saat saja.
Untuk menerobos garis tengah jagat raya saja memerlukan waktu 10 milyard tahun cahaya melalui galaksi-galaksi yang oleh Garnow disebut sebagai fosil-fosil jagad raya dan selanjutnya menuju alam yang sulit digambarkan jauhnya oleh akal pikiran dan panca indera manusia dengan segala macam peralatannya, karena belum atau bahkan tidak diketahui oleh para Astronomi, galaksi yang lebih jauh dari 20 bilyun tahun cahaya.

Dengan kata lain mereka para Astronom tidak dapat melihat apa yang ada dibalik galaksi sejauh itu karena keadaannya benar-benar gelap mutlak.
Untuk mencapai jarak yang demikian jauhnya tentu diperlukan penambahan kecepatan yang berlipat kali kecepatan cahaya. Sayangnya kecepatan cahaya merupakan kecepatan yang tertinggi yang diketahui oleh manusia sampai hari ini atau bisa jadi karena parameter kecepatan cahaya belum terjangkau oleh manusia.

Dalam AlQur’an kita jumpai betapa hitungan waktu yang diperlukan oleh para malaikat dan ruh-ruh orang yang meninggal kembali kepada Tuhan: Naik malaikat-malaikat dan ruh-ruh kepadaNya dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (QS. 70:4) 
Ukuran waktu dalam ayat diatas ada para ahli yang menyebut bahwa angka 50 ribu tahun itu menunjukkan betapa lamanya waktu yang diperlukan penerbangan malaikat dan Ar-Ruh untuk sampai kepada Tuhan.

Namun bagaimanapun juga ayat itu menunjukkan adanya perbedaan waktu yang cukup besar antara waktu kita yang tetap dibumi dengan waktu malaikat yang bergerak cepat sesuai dengan pendapat para ahli fisika yang menyebutkan “Time for a person on earth and time for a person in hight speed rocket are not the same”, waktu bagi seseorang yang berada dibumi berbeda dengan waktu bagi orang yang ada dalam pesawat yang berkecepatan tinggi.

Perbedaan waktu yang disebut dalam ayat diatas dinyatakan dengan angka satu hari malaikat berbanding 50.000 tahun waktu bumi, perbedaan ini tidak ubahnya dengan perbedaan waktu bumi dan waktu elektron, dimana satu detik bumi sama dengan 1.000 juta tahun elektron atau 1 tahun Bima Sakti = 225 juta tahun waktu sistem solar.

Jadi bila malaikat berangkat jam 18:00 dan kembali pada jam 06.00 pagi waktu malaikat, maka menurut perhitungan waktu dibumi sehari malaikat = 50.000 tahun waktu bumi. Dan untuk jarak radius alam semesta hingga sampai ke Muntaha dan melewati angkasa raya yang disebut sebagai ‘Arsy Ilahi, 10 Milyard tahun cahaya diperlukan waktu kurang lebih 548 tahun waktu malaikat.
Namun malaikat Jibril kenyataannya dalam peristiwa Mi’raj Nabi Muhammad Saw itu hanya menghabiskan waktu 1/2 hari waktu bumi /maksimum 12 Jam/ atau = 1/100.000 tahun Jibril.

Kejadian ini nampaknya begitu aneh dan bahkan tidak mungkin menurut pengetahuan peradaban manusia saat ini, tetapi para ilmuwan mempunyai pandangan lain, suatu contoh apa yang dikemukakan oleh Garnow dalam bukunya Physies Foundations and Frontier antara lain disebutkan bahwa jika pesawat ruang angkasa dapat terbang dengan kecepatan tetap /cahaya/ menuju kepusat sistem galaksi Bima Sakti, ia akan kembali setelah menghabiskan waktu 40.000 tahun menurut kalender bumi.

Tetapi menurut sipengendara pesawat /pilot/ penerbangan itu hanya menghabiskan waktu 30 tahun saja. Perbedaan tampak begitu besar lebih dari 1.000 kalinya.
Contoh lain yang cukup populer, yaitu paradoks anak kembar, ialah seorang pilot kapal ruang angkasa yang mempunyai saudara kembar dibumi, dia berangkat umpamanya pada usia 0 tahun menuju sebuah bintang yang jaraknya dari bumi sejauh 25 tahun cahaya.

Setelah 50 tahun kemudian sipilot tadi kembali kebumi ternyata bahwa saudaranya yang tetap dibumi berusia 49 tahun lebih tua, sedangkan sipilot baru berusia 1 tahun saja. Atau penerbangan yang seharusnya menurut ukuran bumi selama 50 tahun cahaya pulang pergi dirasakan oleh pilot hanya dalam waktu selama 1 tahun saja.

Dari contoh-contoh diatas menunjukkan bahwa jarak atau waktu menjadi semakin mengkerut atau menyusut bila dilalui oleh kecepatan tinggi diatas yang menyamai kecepatan cahaya.
Kembali pada peristiwa Mi’raj Rasulullah bahwa jarak yang ditempuh oleh Malaikat Jibril bersama Nabi Muhammad dengan Buraq menurut ukuran dibumi sejauh radius jagad raya ditambah jarak Sidratul Muntaha pulang pergi ditempuh dalam waktu maksimal 1/2 hari waktu bumi (semalam) atau 1/100.000 waktu Jibril atau sama dengan 10-5 tahun cahaya, yaitu kira-kira sama dengan 9,46 X 10 -23 cm/detik.

Dirasakan oleh Jibril bersama Nabi Muhammad (bandingkan dengan radius sebuah elektron dengan 3 X 19-11 cm) atau kira-kira lebih pendek dari panjang gelombang sinar gamma.
Nah, Barkah yang disebut dalam Qur’an yang melingkupi diri Nabi Muhammad Saw adalah berupa penjagaan total yang melindungi beliau dari berbagai bahaya yang dapat timbul baik selama perjalanan dari bumi atau juga selama dalam perjalanan diruang angkasa, termasuk pencukupan udara bagi pernafasan Rasulullah Saw selama itu dan lain sebagainya.

Jadi, sekarang kita bisa mendeskripsikan tentang kendaraan bernama Buraq ini sedemikian rupa, apakah dia berupa sebuah pesawat ruang angkasa yang memiliki kecepatan diatas kecepatan sinar dan kecepatan UFO ? Ataukah dia berupa kekuatan yang diberikan Allah kepada diri Rasulullah Saw sehingga Rasul dapat terbang diruang angkasa dengan selamat dan sejahtera, bebas melayang seperti seorang Superman?

Sebagai suatu wahana yang sanggup membungkus dan melindungi jasad Rasulullah sedemikian rupa sehingga sanggup melawan/mengatasi hukum alam dalam hal perjalanan dimensi. Sekaligus didalamnya tersedia cukup udara untuk pernafasan Nabi Muhammad Saw dan penuh dengan monitor-monitor yang memungkinkan Nabi untuk melihat keluar ataupun juga monitor-monitor yang bersifat “Futuristik” , yaitu monitor yang memberikan gambaran kepada Rasulullah mengenai keadaan umatnya sepeninggal beliau nantinya.

Bukankah ada banyak juga hadist shahih yang mengatakan bahwa selama perjalanan menuju ke Muntaha itu Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan pemandangan- pemandangan yang luar biasa? Apakah aneh bagi Anda jika Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan oleh Allah (melalui monitor-monitor futuristik tersebut) terhadap apa-apa yang akan terjadi dikemudian hari? Apakah Anda akan mengingkari bahwa jauh setelah sepeninggal Rasul ada banyak sekali manusia-manusia yang mampu meramalkan ataupun melihat masa depan seseorang ?

Dalam dunia komputer kita mengenal virtual reality (VR) yaitu penampakan alam nyata ke dalam dimensi multimedia digital yang sangat interaktif sehingga bagaikan keadaan sesungguhnya. Apakah tidak mungkin Rasulullah telah merasakan fasilitas VR dari Allah Swt untuk mempresentasikan kepada kekasihNya itu surga dan neraka yang dijanjikanNya?

Anda pasti pernah mendengar sebutan “Paranormal” bukan? Jika anda mempercayai semua itu, maka apalah susahnya bagi anda untuk mempercayai bahwa hal itupun terjadi pada diri Rasulullah Saw, hanya saja bedanya bahwa semua itu merupakan gambaran asli dari Allah Swt yang sudah pasti kebenarannya tanpa bercampur dengan hal-hal yang batil.

Hal ini juga bisa kita buktikan dengan banyaknya sabda Nabi Muhammad SAW terhadap keadaan umat Islam setelah beliau tiada dan menjadi kenyataan tanpa sedikitpun meleset? Darimana Rasulullah dapat melakukannya jika tidak diperlihatkan oleh Allah sebelumnya ?
Allah memberikan kebijaksanaan kepada siapa yang dikehendaki- Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal. (QS. 2:269)

Hikmah dalam ayat 2:269 dan ayat-ayat lainnya, saya artikan sebagai kebijaksanaan yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya, kebijaksanaan ini berarti sangat luas, baik dalam bidang ilmu pengetahuan dunia atau akhirat, sebagai perwujudan dari Rahman dan RahimNya.
Didalam Hadist disebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw berangkat ke Muntaha dengan ditemani oleh malaikat Jibril yang didalam AlQur’an surah 53:6 dikatakan memiliki akal yang cerdas. Dan dalam perjalanan itu Nabi diberikan kendaraan bernama Buraq yang kecepatannya melebihi kecepatan sinar.

Selanjutnya selama perjalanan Nabi banyak bertanya kepada malaikat Jibril tentang apa-apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya, ini menunjukkan bahwa Nabi dan Jibril berada dalam jarak yang berdekatan. Tidak mungkinkah Jibril ini yang mengemudikan Buraq untuk menuju ke Muntaha? Dalam kata lain, Jibril sebagai pilot dan Muhammad sebagai penumpang?

Bukankah Muhammad sendiri baru pertama kali itu mengadakan perjalanan ruang angkasa, sementara Jibril telah ratusan atau bahkan jutaan kali melakukannya didalam mengemban wahyu yang diamanatkan oleh Allah?

Jika dikatakan Nabi sebagai pilot, dari mana Nabi mengetahui arah tujuannya berikut tata cara pengemudian Buraq ini, apalagi ditambah dengan banyaknya visi-visi alias Virtual Reality yang diberikan oleh Allah kepada beliau selama perjalanan dan mengharuskannya mengajukan beragam pertanyaan kepada Jibril?

Namun jika kita kembalikan pada pendapat saya semula bahwa Jibril dalam hal ini berlaku sebagai pilot dan Nabi sebagai penumpang, maka semua pertanyaan dan keraguan yang timbul akan hilang.
Dalam hal ini Jibril adalah pilot terbang berpengalaman, ia juga sangat cerdas, sementara atas diri Nabi sendiri sudah diberikan oleh Allah Barqah disekeliling beliau, sehingga setiap perubahan yang terjadi dalam perjalanan, seperti goyangnya pesawat, tekanan gravitasi yang hilang, udara dan lain sebagainya tidak akan berpengaruh apa-apa pada diri Nabi yang mulia ini.
Dan keadaan yang tanpa pengaruh apa-apa itu memungkinkan bagi Nabi untuk mengadakan pertanyaan-pertanya an atas visi-visi yang dilihatnya itu sekaligus dapat melihatnya secara jelas/Virtual Reality .

Kembali pada Jibril yang senantiasa meminta izin didalam memasuki setiap lapisan langit kepada malaikat penjaga, itu dikarenakan bahwa mereka tidak mengenali Jibril yang berada didalam Buraq itu, sehingga begitu Jibril menjawab, mereka baru bisa mengenali suaranya dan melakukan pendeteksian secara visi keadaan dalam Buraq sehingga nyatalah bahwa yang datang itu benar-benar Jibril.

Didalam Hadist juga disebutkan bahwa malaikat penjaga langit itu juga menanyakan tentang identitas sosok manusia yang dibawa oleh malaikat Jibril, yang tidak lain dari Rasulullah Muhammad Saw. Dan dijelaskan oleh Jibril bahwa Rasulullah Saw diutus oleh Allah dan telah pula diperintahkan untuk naik ke Muntaha. (Hadist mengenai ini diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dan dinyatakan oleh jumhur ulama dari ahlussunnah sebagai Hadist yang shahih). 

Hal ini memang berkesan lucu bagi sebagian orang, apalagi mengingat bahwa Nabi adalah manusia yang paling mulia yang mendapatkan kedudukan terhormat yang bisa dibuktikan dengan bersandingnya nama Allah dan nama beliau dalam dua buah khalimah syahadat yang tidak boleh dicampuri, ditambah atau dikurangi dengan berbagai nama lain karena tiada hak bagi makhluk lainnya mencampuri masalah ini.

Namun justru disinilah letak kebesaran Tuhan. Semuanya sengaja dipertunjukkan secara ilmiah kepada Nabi agar beliau dapat membuktikan sendiri betapa ketatnya penjagaan langit itu sebenarnya.

Muntaha itu terletak digalaksi terjauh, dimana Adam dulunya diciptakan dan ditempatkan pertama kali bersama Hawa. Tetapi sejak Adam bersama istrinya dan juga Jin serta Iblis diusir oleh Allah dari sana, maka penjagaan terhadap tempat tersebut diperketat sedemikian rupanya, sehingga tidak memungkinkan siapapun juga kecuali para malaikat untuk dapat memasukinya, seperti yang termuat dalam ayat ke-8,9 dan 10 dari surah 72:

“…Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu.” (QS. 72:9) ”…kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api.” (QS. 72:8) ”…Tetapi sekarang barang siapa yang mencoba mendengarkan tentu akan menjumpai panah api yang mengintai.” (QS. 72:9) 

Dalam hal ini bisa diasumsikan bahwa yang disebut dengan lapisan langit pada Muntaha itu adalah berupa planet-planet yang terdekat dengan “bumi-muntaha” , hal ini saya hubungkan dengan pernyataan Qur’an pada surah 72:9 bahwa Jin atau Iblis itu dapat menduduki beberapa tempat.
Mampu menduduki tempat disana artinya mampu berdiam ditempat tersebut, dan karena tempat itu ganda (beberapa tempat), maka jelas tempat itu bukan Muntaha itu sendiri, namun tempat yang terdekat dari Muntaha.

Sesuai dengan kajian saya sebelumnya, bahwa Muntaha itu berupa bumi yang disekitarnya juga terdapat planet-planet, maka planet-planet itulah tempat atau posisi para syaithan itu berdiam dahulunya untuk mencuri dengar berita-berita langit.
Muntaha sendiri berarti “Dihentikan” atau bisa juga kita tafsirkan sebagai tempat terakhir dari semua urusan berlabuh. Tempat yang menjadi perbatasan segala pencapaian kepada Tuhan.

Sidrah berarti “Teratai” yaitu bunga yang berdaun lebar, hidup dipermukaan air kolam atau telaga. Uratnya panjang mencapai tanah dasar air tersebut. Bilamana pasang naik, teratai akan ikut naik, dan bila pasang surut diapun akan turun, sementara uratnya tetap terhujam pada tanah dasar tempatnya bertumbuh.

Teratai yang berdaun lebar menyerupai keadaan planet yang memiliki permukaan luas, sungguh harmonis untuk tempat kehidupan makhluk hidup. Teratai berurat panjang mencapai tanah dasar dimana dia tumbuh tidak mungkin bergerak jauh, menyerupai keadaan planet yang selalu berhubungan dengan matahari darimana dia tidak mungkin bergerak jauh dalam orbit zigzagnya dari garis ekliptik. Dan air dimana teratai berada menyerupai angkasa luas dimana semua planet yang ada mengorbit mengelilingi matahari.

Turun naik teratai dipermukaan air berarti orbit planet mengelilingi matahari berbentuk oval, bujur telur, dimana ada titik Perihelion yaitu titik terdekat pada matahari yang dikitarinya, begitupula ada titik Aphelion, titik terjauh dari matahari. Sewaktu planet berada di Aphelionnya dia bergerak lambat. Keadaan gerak demikian membantu kestabilan orbit setiap planet yang mulanya hanya didasarkan atas kegiatan magnet yang dimilikinya saja.

Allah sendiri tidak berposisi di Muntaha, meskipun Muntaha itu merupakan planet terjauh dan terpinggir dalam bentangan alam semesta sekaligus sebagai dimensi tertinggi, dimana mayoritas malaikat berada disana sembari memuji dan bertasbih kepada Allah, ia hanyalah sebagai suatu tempat ciptaan Allah yang pada hari kiamat kelak akan dileburkan pula dan semua isinya, termasuk para malaikat itu akan mati kecuali siapa yang dikehendakiNya saja (QS. 27:87), hanya Allah sajalah satu-satunya dimensi Tertinggi yang kekal dan abadi (QS. 2:255). 

JAdi MAtematisnya begini :

Berdasarkan penyelidikan, kilat atau sinar bergerak sejauh 186.000 mil atau 300 km per detik. Bila diketahui jarak matahari dari bumi sekitar 93.000.000 mil, maka diperlukan waktu dilintasi oleh sinar dalam 8 menit.

Sedangkan untuk menerobos garis tengah jagat raya memerlukan waktu 10 milyar tahun cahaya, dengan melalui galaksi-galaksi, yang selanjutnya menuju kulit bola alam raya.

Bagaimana dengan kecepatan malaikat? 

Seperti kita pahami, satu hari malaikat berbanding 50.000 tahun waktu bumi. Ini ada di dalam QS. Al Ma’arij ayat 4, 

”Para malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun.”

Sementara, untuk jarak radius alam semesta hingga sampai ke Sidratul Muntaha, dengan melewati angkasa raya yang disebut sebagai ‘Arsy Ilahi, setidaknya diperlukan waktu 10 milyar tahun cahaya (bahkan mungkin lebih dari itu, wallahu a’lam).

Artinya untuk perjalanan tersebut diperlukan waktu seperti perhitungan berikut ini:

1 hari malaikat = 50.000 tahun

200.000 hari malaikat = 10 milyar tahun (cahaya)
200.000 hari = 547,9 tahun (dengan perbandingan 365 hari = 1 tahun).

Berdasarkan data di atas, malaikat memerlukan waktu 547,9 tahun, untuk melintasi jagat raya. Namun pada kenyataannya, malaikat Jibril dalam peristiwa Mi’raj, menghabiskan waktu 1/2 hari waktu bumi (maksimum 12 jam).

Jadi kecepatan buraq, berkali-kali lipat daripada kecepatan kilat, bahkan melebihi kecepatan malaikat sekalipun.

Allahu Akbar  peristiwa Isra’ Mi’raj diperjalankan oleh Allah sebagaimana ditunjukkan dalam QS. Al Isra’ ayat 1,
”Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”

Suatu perjalanan yang digunakan untuk menunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya. 

RAHSIA SEMBAHYANG


Ketahui olehmu yang dikehendakki dengan kata menghadhirkan Zat Sembahyang itu ialah Niat. Manakala Niat itu adalah bekas Nur Sir Kalam Allah yang tiada berhuruf dan bersuara ya'ni rahsia qalam qadimNya. Yang demikian itulah dibilangkan berkata kata kita dengannya.

Maka hendaklah kamu ketahui sesungguhnya tatkala mengangkat Takbiratul Ikhram itu hal keadaannya mati sebagaimana sabda Nabi s.a.w. pada mengisyaratkan dengan katanya:

"Mutu Qabla Anta Mutu" Matikanlah diri kamu sebelum kamu mati. Maka adalah maksudnya itu fana'kan dirimu yang kasar, fana'kan panca inderamu yang bangsa zahir. Maka tatkala itu disuruh tilik atau pandang dirimu yang halus atau batin dengan menggunakan panca indera yang batin, kerana adalah yang batin itu berpakaian dengan Sifat Maani, manakala Sifat Maani itu adalah sifat yang lazim atau tetap bagi Zat Allah yang Wajibal wujud lagi Baqa'. Maka jika telah tetaplah bahawa Sifat Maani itu adalah Sifat Zat Allah wajiblah baginya dihukumkan Maanawiyah.

Maka untuk mendapatkan kata putus atau putus bicara mengena'i ta'arif pada Sifat Maani dan Maanawiyah perlu dibicarakan dengan teliti dan halus, bagi memahami Sifat Maani dan Maanawiyah.

Adapun dikatakan dalam pembicaraan taarif Sifat Maani itu demikian:-

"Hiya kullu sifatin maujudatin qa'inatin bimaujudin aujabat lahu hukman."

Tiap tiap sifat yang sedia ada yang berdiri dengan Zat Yang Sedia Ada diwajibkan yakni ditetapkan baginya satu hukum. Maka dalam perkara ini Sifat Maani itu wajib dihukumkan Maanawiyah.

Manakala hakikat Sifat Maani itu adalah "La hiya huwa hiya ghairuhu" Sifat itu bukan Zat, tetapi tiada lain dari Zat.(Kelakuan Sifat ini tidak berdiri dengan sendirinya tetapi lazim dia berdiri dengan Zat sebab antara zat dan sifat tidak boleh berpisah).

Adalah taarif Sifat Maanawiyah pula dikatakan:- "Hiyyal khaluth thabitu lizzati mada matizzatu mu'allalatin bi illatin" Hal yang sabit yakni tetap bagi Zat selama kekal Zat itu dikeranakan dengan satu kerana yakni Sifat Maani. Maka hakikat Sifat Maanawiyah itu " La hiya ghairuhu" Tiada lain dari Zat. Yang demikian nyatalah atau jelaslah sudah bahawa yang dihukum Maanawiyah itu adalah Sifat Maani atau Sifat Maani itulah Sifat Maanawiyah.

Maka hendaklah kamu ketahui dengan sempurna pengetahuan penegenalan bahawasanya Hakikat dirimu yang batin itu dipakaikan dengan rahsia Sifat MaaniNya. Rahsia Sifat Maani itulah Ruh Latifurrabaniah yang jadi hakikat bagi dirimu yang sebenar benar diri. Manakala adalah hakikat diri yang sebenar diri itu sebagai dzil yakni bayang bayang bagi kelakuan atau Sifat wujud Zat Allah yang mutlaq lagi tiada seumpama dengan sesuatu.


Maka ketahuilah bahawa tatkala mengangkat Takbiratul Ikhram itu dengan berkata Allahu Akbar kamu berada didalam Maqam Tauhid. Yang mana dituntut atas kita mentauhidkan akan ZatNya, SifatNya, Asma'Nya dan Af'alNya. Oleh kerana itulah bahawa tempat atau Maqam Tauhid kepada Allah itu didalam Takbiratul Ikhram pada lima waktu Solat Fardhu.

Maka untuk mendapatkan jalan Tauhid yang sebenar benarnya itu hendaklah kita ketahui dengan sempurna pengetahuan didalam bicara berkenaan Nafi dan Isbat. Oleh kerana didalam Nafi dan Isbat itulah duduknya Tauhid dan Ma'rifat.


Hakikat Nafi Yang sebenar.

Adapun sebenar benar hakikat Nafi itu Isbat dan hakikat Isbat itu Tauhid, manakala hakikat Tauhid itu Ma'rifat. Oleh kerana itulah sabda Nabi s.a.w. " La yufarriqu bainan nafi wal ithbat, man faraqa bainahuma fahuwa kafirun" Tiada becerai diantara Nafi dan Isbat, barang siapa memisahkan maka kafirlah dia. Oleh kerana hal keadaan Nafi mengandung Isbat dan Isbat mengandung Nafi, yang demikian bererti bilamana kamu Nafikan sesuatu yang mustahil bagi Allah, maka tak dapat tidak yang kamu Isbatkan itu sesuatu yang mustahil bagi Allah. AWAS. Bilamana kamu nafikan sesuatu yang haq bagi Allah maka tak dapat tidak yang kamu Isbat pun haq bagi Allah jua tiada lain. Maka faham daripada kata kata ini bahawa tidak syak lagi bilamana kamu Nafikan Zat kamu maka yang diisbatkan Zat Allah, Nafikan sifat kamu, diisbatkan Sifat Allah, Nafikan A'fal kamu diisbatkan A'fal Allah, Nafikan asma' kamu, diisbatkan Asma' Allah. Demikianlah adanya Hakikat Nafi/Isbat yang dikehendakki dibawa didalam sembahyang.

Senin, 17 September 2012

Martabat Nafsu (7) NAFSU KAMALIAH.


Adapun yang dimaksudkan dengan Kamaliah ini adalah keadaan telah berkamil atau bersebati kelakuan diri zahir dengan kelakuan diri batin pada kontek dirinya dengan Allah swt. di dalam hidupnya.

Pada martabat ini, apa saja kelakuan diantara diri batin dan jasad adalah sama dan tidak bercerai tanggal diantara satu dengan yang lain. Dimana setiap perlakuan yang dilahirkan oleh mereka di martabat ini direstui dan diredhai oleh Allah Ta'ala secara spontan. Keadaan ini dinamakan Kata Jadi ( Kun Fayakun ). Pendek kata, barang kata barang jadi, mereka ini nak dikatakan sakit, amat sakit, kalau keramat amat keramat, kalau alim teramat alim dan mereka mempunyai segala kelebihan yang tidak boleh sekali diterokai oleh manusia awam.

Sesiapa saja yang tercapainya ke martabat nafsu ini (Kamaliah) mereka boleh berpeluang pula menerima ilmu syahadah yaitu Ilmu Allah yang paling tertinggi yang dapat melalui guru yang dinamakan guru batin.

Bagi mereka yang telah mencapai martabat nafsu Kamaliah, mereka hendaklah pula berusaha mengembalikan dirinya ke martabat nafsu orang mukmin yaitu nafsu Mutmainah. Mereka tidak harus tinggal lama di martabat nafsu Kamaliah. Mereka harus menjadikan diri mereka kembali kepada orang awam, bergaul berniaga, berpolitik dan menjadi khalifah di alam maya tetapi jiwa raganya tetap bersama Allah buat selama-lamanya sehingga darjat dirinya payh ditelah oleh orang ramai dan ini boleh disebut sebagi orang alim tidak alim, orang jahil tidak jahi. Pendek kata sifa manusia yang sempurna dan sederhana dimiliki oleh mereka di martabat ini dan mereka mulia di dunia dan akhirat.

Martabat Nafsu (6) NAFSU MARDIAH.


Bagi mereka yang mencapai martabat nafsu Mardiah, jiwa mereka bakabillah yaitu hatinya, kalbunya dan jasadnya sekali mempunyai perasaan cinta yang amat sangat terhadap Allah swt. Jiwanya tenang, lapang tidak gelisah malahan seluruh jiwa raganya tertumpu kepada Allah semata-mata. Zikir mereka diperingkat ini tetap bersemadi di dalam kalbun dan tidak pernah pun lalai dan lupa kepada Allah, walaupun sesaat di dalam hidupnya.

Pada peringkat ini mereka telah pun dapat menerima tetamu-tetamu agung yang terdiri daripada rasul, nabi-nabi, para ariffinbillah, para shadiqqin dan para wali-wali Allah di samping mereka juga dapat menerima ilmu ghaib dan teknologi Allah melalui Laduni di peringkat TAWASSUL.
Disamping itu mereka juga telahpun berpeluang menjelajahi seluruh alam maya dan alam ghaib yang lan termasuk syurga, neraka, Arasy dan Kursi Alah swt. Sebagaimana jaminan Allah di dalam firmannya di dalam Al-Quran :-

“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar (ke alam lain)”
(Surah Al-Talak – ayat 2)

Di dalam hal pemecahan wajah dirinya, sesorang diperingkat ini telah mendapat wajah di antara 7 wajah ke 8 wajah bergantung kepada badan masing-masing.

Martabat Nafsu (5) NAFSU RADIAH


Setelah mencapai martabat nafsu Mutmainah dan gigihnya pula melatih dirinya untuk makrifat dengan Allah swt., maka seseorang itu akan ditingkatkan lagi iaitu martabat nafsu Radiah.

Zikir mereka pada martabat ini tetap berada dihatinya dan ucapan zikirnya pula dihatinya semata-mata. Mereka tidak pernah leka, lalai dari ingatannya dengan Allah swt.
Mereka sering mengalami pana’ akibat kuatnya gelora lamunan cinta dirinya dengan Allah swt. Mulut mereka sering terlatah tentang sesuatu yang bertentangan pada pandangan zahir syaria, hidupnya terus terampungan bersama Allah swt.

Pada martabat ini jiwa mereka telahpun suci, hatinya bersih hening dan setiap apa yang dilakukan olehnya sama dengan malu, tingkah laku, semuanya mulai mendapat keridhaan Allah swt. Adapun fana’ mereka diperingkat nafsu Radiah ini adalah dinamakan fana’ kalbi yaitu hatinya, nuraninya terus dilambung perasaan cinta terhadap Allah swt pada setiap saat di dalam masa hayatnya.

Mereka diperingkat ini sering di jemput oleh para Wali-Wali Allah yang agung untuk menjelajahi ke alam-alam ghaib yang lebih jauh keluar daripada pemikiran manusia di samping mereka terus di ajar tentang ilmu ghaib yang lebih tinggi dan teknologi ilmu Allah yang tinggi yang sudah tentu tidak boleh ditandingi oleh teknologi manusia.
Disamping itu mereka boleh membuat perhubungan terus dengan para rasul, nabi-nabi, aulia dan para wali-wali Alah yang agung dan mereka dapat berbincang hal-hal yang berkaitan dengan ilmu ghaib dan tentang petua-petua makrifat dengan Allah swt.
Perhubungan mereka dibuat melalui Nur, Sir dan Sirusir di dalam masa mereka membuat sesuatu perhubungan dengan para rasul-rasul, nabi-nabi, aulia dan para wali-wali Allah ini mereka akan dapat menikmati satu kelazatan yang payah sekali untuk diterangkan disini dan ianya hanya boleh dirasai sendiri oleh mereka yang telah sampai ke martabatnya.

Martabat Nafsu (4) MUTMAINAH


NAFSU MUTMAINAH
Inilah peringkat/ martabat nafsu yang pertama yang benar-benar diridhai Allah seperti yang saudara kita nyatakan di atas. Yang layak masuk syurga Allah. Maknanya siapa sampai pada maqam ini bererti syurga tetap terjamin, InsyaAllah. Hakikat inilah yang difirmankan Allah: "Wahai orang yang berjiwa / bernafsu mutmainnah,pulanglah kepangkuan Tuhanmu dalam keadaan redhai meredhai olehNya dan masuklah ke dalam golongan HAMBAKU dan masuklah ke dalam syurgaKU".
Pada peringkat ini jiwa mutmainnah merasakan ketenagan hidup yang hakiki yang bukan dibuat-buat. Tidak ada lagi perasaan gelisah. Semuanya lahir dari tauhidnya yang tinggi dan mendalam. Tauhid yang sejati dan hakiki. Tidak ada lagi perbezaan senang dengan susah baginya sama sahaja. Pada maqam inilah permulaan mendapat darjat wali kecil.
Antara sifat-sifat maqam ini adalah:
1. Taqwa yang benar.
2. Arif
3. Syukur yang benar
4. Tawakkal yang hakiki
5. Kuat beribadat
6. Redha dengan ketentuan Allah
7. Murah hati dan seronok bersedekah.
8. Dan lain-lain sifat mulia yang tidak dibuat-buat

Pada maqam ini biasanya(walaupun tidak semestinya), akan adanya keramat-keramat yang luar biasa serta mendapat ilmu dengan tak payah belajar sebab sudah dapat mengesan rahsia-rahsia dari LohMahfuz. Adanya sifat lidah masin. Apa yang keluar dari mulut bukan sembarangan lagi bahkan menerusi yang dipanggil sebagai 'inkisaf'. Mereka sudah menguasai ilmu peringkat nur, tajalli, sir dan juga sirussir, iaitu lebih tinggi dari maqam mulhamah.

Yang dikatakan menerusi sirussir ialah cara penerimaan dengan telinga dan mata batin. Kalau mulhammah tadi baru terbuka dengan telinga batin tanpa mata batin. Dengan mata batin inilah dia berupaya melihat sesuatu yang ghaib yang tak mampu dilihat oleh mata biasa kita. Malah dapat melihat sesuatu yang akan berlaku pada masa akan datang. Betul-betul macam melihat TV. Malah siap boleh rewind lagi. Kalau guru kita nak lihat sejarah hidup kita yang lalu biasanya dia akan memrhati rakaman hidup kita dan mengesan dimana kesalahan kita dan memberi petua untuk membetulkannya. Kalau mencuri disuruhnya kita memulangkan kembali serta minta halal dan maaf, dan sebagainya lagi. Namun begitu dia tetap akan menjaga aib muridnya kepada orang lain. Perlu diingat pada peringkat ini dia tidak terganggu penglihatan dan pendengaran zahirnya pada masa sama melihat dan mendengar yang batin walaupun duduk di kedai kopi bersama-sama orang lain. Melalui penerimaan sirussir ini dia berupaya melihat alam barzakh, menjelajahi alam alam malakut. Keyakinan mereka sudah pada tahap ainul yakin dan haqqul yakin.

Fana juga boleh berlaku yang dikenali sebagai "fana qalbi" iaitu merupakan penafian diri ataupun menafikan maujud dirinya dan diisbatkan kepada wujudnya Allah semata-mata.Inilah peringkat yang kita bincangkan dulu mengenai LAA MAUJUD ILLALLAH. Keadaan inilah yang digambarkan Allah: "Semua yang ada adalah fana (tiada wujud hakikinya).Dan yang kekal(baqa) itu adalah wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan"
Namun fana qalbi ini tidaklah kekal.

Martabat Nafsu (3) MULHAMAH


Nafsu MULHAMAH Nafsu ini lebih baik dari amarah dan lawwa-mah.Nafsu mulhamah ini ialah nafsu yang sudah menerima latihan beberapa proses kesucian dari sifat-sifat hati yang tercemar melalui latihan sufi/ tariqat/ amalan guru lainnya yang mempunyai sanad dari Rasulullah s.a.w.Kesucian hatinya telah menyebabkan segala lintasan kotor atau khuatir-khuatir syaitan telah dapat dibuang dan diganti dengan ilham dari malaikat atau Allah.
Firman Allah:
"Demi nafsu (manusia) dan yang menjadikannya (Allah) lalu diilhamkan Allah kepadanya mana yang buruk dan mana yang baik, sesungguhnya dapat kemenanganlah orang yang menyucinya (nafsu) dan rugilah (celakalah) orang yang mengotorkannya(nafsu)
Makam nafsu ini juga dikenali dengan nafsu samiah. Pada pringkat ini amalan baiknya sudah mengatasi amalan kejahatannya. Sifat mazmumah telah diganti dengan mahmudah. Sikap beibadat telah tebal dan amalan guru terus diamalkan dengan lebih tekun lagi.
Pada penyesalan pada peringakat lawwamah tadi terus bersebati di dalam jiwa. Isyarat lawwamah sentiasa subur. Sesungguhnya taubat orang peringkat mulhamah ini adalah "taubatan nasuha" . Bukan shaj di mulut tetapi hakiki.
Dalam kehidupan sudah terbina satu skap yang baik,tabah menghadapi dugaan, bila terlintas sesuatu yang ke arah maksiat cuba-cuba memohon kepada perlindungan dari Allah.

Firman Allah:
"Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, maka berlindunglah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa , bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketiak itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahan."
Sabda Rasulullah S.a.w:
"Barangsiapa yang merasa gembira dengan kebaikannya dan merasa susah (gelisah) dengan kejahatan yang dilakukan, maka itu orang-orang mukmin"
Zikir pada tahap ini telah menyerap kedalam lubuk hatinya bukan sekadar berlewa-lewa dibibir sahaja lagi. Malah sudah menerima hakikat nikmat zikir dan zauk. Bila disebur nama Allah rindunya sangat besar, berderau darahnya dan gementar tubuhnya tanpa disengajakan.
Firman Allah:
"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu, bagi mereka apabila sahaja disebut nama Allah, nescaya gementarlah seluruh hati mereka"
Perasaan ini terus menjalar sehingga bertemu kekasihnya.

Antara sifat-sifat yang bernafsu mulhamah:
1. Sifat-sifat ketenangan,lapang dada dan tidak putus asa.
2. Tak sayangkan harta
3. Qanaah.
4. Berilmu laduni
5. Merendah diri/ tawwadu'
6. Taubat hakiki
7. Sabar hakiki
8. Tahan ujian dan menanggung kesusahan 

Mereka pada tahap ini mulai masuk ke sempadan maqam wali yakni kerapkali mulai mencapai fana yang menghasilkan rasa makrifat dan hakikat (syuhud) tetapi belum teguh dan kemungkinan untuk kembali kepada sifat yang tidak baik masih ada. Kebanyakan orang cepat terhijab pada masa ini kerana terlalu asyik dengan anugerah Allah padahal itu hanyalah ujian semata-mata.

Dalam konteks ilmu pula mereka bukan sahaja menguasai ilmu qalam malah sudah dapat menguasai ilmu ghaib menerusi tiga cara laduni yaitu nur, cara tajalli dan cara laduni di peringakat sir. Yang dimaksudkan dengan laduni peringkat sir ialah menerusi telinga batin yang terletak ditengah-tengah kepala yang biasanya dipanggil bahagian tanaffas. Suara yang diterima amat jelas sekali. Tak ubah seperti mendengar suara telefon. Pada masa yang sama pendengaran zahir tetap tidak terganggu walaupun masa menerima laduni sir itu ada kawan berbual. Biasanya suara ghaib itu adalah waliyulah atau ambia yang merupaka guru-guru ghaib yang bertugas mengajar ilmu ghaib pada mereka yang diperingkat mulhamah. Tapi perlu ingat guru murysid zahir kita tetap guru. Malah Guru mursyid kita sebenarnya telah berkomunikasi terlebih dahulu dengan guru-guru ghaib ini. Sebab tu kalau tak ada murysid kita akan terpedaya dengan syaitan dan jin yang menyamar. Pembukaan telinga batin ini pada awalnya berlaku seakan suatu bisikan suara yang dapat dibahagian dalam anak telinga, dimana pada permulaannya merasa berdesing. Kemudian barulah dapat dengar jelas.
Zikir tetap meningkat. Pada peringkat inilah Allah berfirman:
"Orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir kepada Allah.Ingatlah hanya dengan berzikir kepada Allah sahajalah hati menjadi tenteram".